Kuasa Hukum SR (Pelapor Ipda SA) Angkat Bicara Terkait Pelaporan SR ke Polisi Oleh Istri Sah Ipda SA, Rita Tupa.

Suara Masyarakat Anti Diskriminasi

SOMASINEWS.COM BONE SULSEL – Kuasa Hukum SR (pelapor Ipda SA) dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen untuk memuluskan jalannya pernikahan angkat bicara terkait tindakan pelaporan SR ke polisi oleh istri sah Ipda SA, Rita Tupa.

Diketahui, saat ini Ipda SA telah mendekam di balik jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan perbutannya. Namun, istri sah Ipda SA, Rita Tupa tidak tinggal diam. Rita melaporkan istri siri suaminya ke Polres Bone juga terkait pemalsuan dokumen pada hari Ahad (23/7/2023) kemarin.

Di hadapan awak media, Rita menyatakan bahwa SR sebenarnya tahu kalau dirinya tidak bercerai dengan Ipda SA, bahkan kata Rita, SR memalsukan dokumen – dokumen pernikahan agar mereka bisa menikah.

“Suaami saya tidak salah, SR yang memalsukan dokumen-dokumen tersebut agar bisa menikahi suami saya,” sebut Rita.

Menanggapi hal tersebut kuasa hukum SR, Mukhawas Rasyid mengatakan bahwa pelaporan istri sah Ipda SA tersebut adalah bagian dari pada keadilan hukum dimana semua manusia sama di mata hukum ( aqual justice under the law ). Semua diberikan kesamaan hak hukumnya.

“Istri Ipda SA dia gunakan hak hukumnya dan itu adalah hal yang biasa saja,” kata Mukhawas melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Somasinews.com, Senin (24/7/2023).

Namun, lanjut Mukhawas, Saudara SA adalah diduga…. DWINGEN; memaksa keadaan sehingga melakukan VERBAND: hubungan : hubungan erat bersama dengan HSR, akibat dari SA diduga DWINGEN dimana memaksa keadaan demi untuk memperistrikan saudara HSR sehingga diduga melakukan pemalsuan dokumen, akibat dari perbuatan tersebut muncul FEIT : perbuatan yang mana tentu masuk dalam ketegori OVERTRADING: pelanggaran sifatnya MISDRIFF: kejahatan sehingga terpenuhilah unsur hukum saudara SA sebagai diduga DADER: pelaku tindak pidana.

Terkait masalah laporan saudara Rita istri sah saudara SA melaporkan HSR menurut saya itu adalah hak hukum, hak kemanusiaan setiap orang dalam mencari keadilan.

Dan saya sebagai advokat adalah penegak hukum menghargai setiap hak hukum seseorang juga menghargai hak kemanusiaan orang.

Biarkan berproses agar semua dapat fasilitas untuk mencari keadilan dan hal seperti itu adalah hal biasa saja ditengah masyarakat, yang namanya laporan kan ada prosesnya biarkan berproses masalah terbukti atau tidaknya laporan indikasi pidana tersebut yang tentukan adalah proses aturan hukum beserta unsur – unsurnya.

“Saya sebagai advokat pendamping hukum SR menghargai setiap hak hukum dan hak kemanusiaan setiap orang,” imbuhnya.

Menurut Mukhawas, dengan ditersangkakannya Ipda SA dan dinyatakan P21 oleh kejaksaan, tentu dalam hal ini satu kemajuan hukum dalam penanganan hukum oleh polisi dan jaksa.

“Apa lagi saudara SA adalah seorang perwira polisi yang seharusnya memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat namun justru telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diajukan menjadi terdakwa di persidangan,” kata dia.

“Itu bertanda cukup alat bukti atas perbuatan pidana yang dilakukannya,” sambungnya.

Mukhawwas menyebut akan mengajukan permohonan kepada majelis agar yang bersangkutan diberikan hukuman maksimal dengan alasan berdasar sebagai berikut;

– Hakim harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan, di antaranya: alat-alat bukti sekurang-kurangnya 2 (dua) adanya persesuaian, adanya unsur kesalahan (schuld) dan yang terakhir unsur melawan hukum (wederrechttelijkheid);

Yang dapat memberatkan;

1. Perbuatan tersangka mengakibatkan malu mendalam bagi keluarga HSR;

2. Perbuatan tersangka menyebabkan kegaduhan di masyarakat;

3. Bukan kelakuan yang pantas bagi penegak hukum “Ke empat perbuatan tersangka tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum;

4. Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia. Dikarenakan yang bersangkutan melakukan bantahan melalui media sehingga diketahui oleh masyarakat luas Indonesia bahkan dunia.

5. Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.

“Ini demi kepentingan korban dan masyarakat (general deterrence). Jurisprodensi hukum putusan hakim Wahyu terhadap kasus FS,” tambahnya. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan