Suara Masyarakat Anti Diskriminasi
SOMASINEWS.COM, Inkonsistensi kebijakan energi dan situasi politik di Indonesia menjadi penyebab lambatnya proses transisi energi bersih di Indonesia. Hal ini terungkap dalam acara diskusi panel “What issues and approaches that are relevant? Key barriers and how to move forward, dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue Forum 2018 dan Grand Launching Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Kamis, 15 November 2018 di Jakarta.
Pembengkakan dana subsidi energi yang terjadi pada 2018 sangat mengkhawatirkan. Selain nilainya sangat fantastis, lonjakan jumlah subsidi ini tak sejalan dengan janji kampanye Presiden Joko Widodo yang ingin mengurangi subsidi bahan bakar minyak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat pada 17 Juli lalu, mengatakan angkanya mencapai Rp 163,5 triliun. Jumlah ini meleset 73 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 yang hanya Rp 94,5 triliun.
Kenaikan harga minyak dunia memang menjadi penyebab utama pembengkakan tersebut. Saat ini harga minyak Brent berada pada level US$ 72 per barel, jauh di atas asumsi US$ 48 per barel. Namun faktor eksternal yang lazim ini sering bisa diantisipasi dengan revisi asumsi harga minyak dalam APBN Perubahan yang diajukan pada pertengahan tahun anggaran. Ia menjadi masalah besar karena tahun ini pemerintah memutuskan tidak mengajukan anggaran perubahan.
SARAN. Dengan adanya subsidi energi, harga jual lebih dapat dijangkau masyarakat. Namun dalam memberikan subsidi pun pemerintah juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara terlebih dahulu. Subsidi dari pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu subsidi energi dan subsidi nonenergi. Pada tahun 2014 alokasi belanja subsidi energi sebesar 284,7 triliun rupiah, yang terdiri atas subsidi listrik 89,8 triliun rupiah dan subsidi BBM 194,9 triliun rupiah. Sedangkan belanja subsidi nonenergi hanya sebesar 51,6 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tanggap akan kebutuhan energi masyarakat yang besar dan daya beli masyarakat yang masih rendah.
KRITIKAN. Pertimbangan-pertimbangan politik ini yang kadang tidak bisa disepelekan dalam perhitungan harga energi, dan harga kestabilan politik biasanya lebih besar dari aspek-aspek lain dalam membuat pemodelan atau perhitungan biaya energi,” Masalah inkonsistensi dan ketidakjelasan aturan juga dirasakan pelaku usaha energi terbarukan. Muh. Wahyu.(*)