SOMASINEWS.COM BONE SULSEL – Ketua DPRD Kabupaten Bone, Andi Tenri Walinonong, SH, akhirnya angkat bicara menanggapi tudingan yang menyebut dirinya menjadi penyebab tertundanya pencairan tunjangan guru dan iuran BPJS akibat belum disahkannya APBD Perubahan (APBD-P) 2025.
Dalam pernyataan resminya, Andi Tenri menegaskan bahwa isu tersebut menyesatkan dan berpotensi memutarbalikkan fakta.
“Saya tidak pernah menolak menandatangani dokumen yang menyangkut hajat hidup rakyat. Yang saya tolak adalah proses yang cacat prosedur dan tidak melalui mekanisme kelembagaan yang sah,” tegasnya dalam rilis resmi yang diterima media, Rabu (22/10/2025).
Andi Tenri menjelaskan bahwa dirinya hanya meminta agar seluruh proses pengesahan APBD-P dilakukan sesuai mekanisme yang diatur dalam Tata Tertib DPRD, khususnya melalui Rapat Pimpinan DPRD.
Menurutnya, langkah itu penting agar keputusan besar seperti APBD-P tidak diambil secara sepihak.
“Dokumen itu bukan keputusan pribadi Ketua, tetapi keputusan kolektif Pimpinan DPRD. Tatib jelas mengatur bahwa keputusan harus diambil bersama para wakil ketua. Memaksa saya menandatangani di luar forum resmi adalah tindakan ilegal,” ujarnya menegaskan.
Andi Tenri juga mengungkap fakta lain yang selama ini luput dari perhatian publik. Menurutnya, keterlambatan penetapan APBD-P 2025 bukan murni karena DPRD, tetapi justru berawal dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terlambat menyampaikan rancangan perubahan kepada DPRD.
Keterlambatan itu menyebabkan pembahasan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, hingga proses pengambilan keputusan menjadi tergesa-gesa.
Akibatnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menolak hasil evaluasi rancangan APBD-P 2025 dan merekomendasikan agar Pemerintah Kabupaten Bone menyesuaikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih realistis dan dapat dicapai hingga akhir tahun.
“Inilah yang saya maksud dengan pentingnya prosedur dan tahapan yang benar. Kalau tahapannya dari awal sudah salah, maka hasilnya pasti bermasalah. Saya hanya ingin semua kembali ke koridor hukum,” tegasnya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPRD Bone juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan hal serupa terjadi pada APBD Tahun Anggaran 2026.
Hingga saat ini, menurut Andi Tenri, belum ada dokumen rancangan APBD 2026 yang disampaikan ke DPRD untuk dibahas secara detail sesuai tahapan yang diatur dalam Pedoman Penyusunan APBD.
“Kami khawatir pola keterlambatan ini yang kembali terulang seperti penyampaian dan pembahasan rancangan APBD-P 2025 yang terlambat disampaikan TAPD. Sampai sekarang DPRD belum menerima dokumen KUA-PPAS 2026 untuk dibahas secara resmi. Kalau terus dibiarkan, kita bisa kembali menghadapi persoalan seperti APBD-P 2025,” ujarnya mengingatkan.
Menurutnya, keterlambatan penyampaian dokumen anggaran dari eksekutif ke DPRD bisa berdampak luas terhadap stabilitas keuangan daerah, terutama pada sektor-sektor pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.
Lebih jauh, ia menyoroti adanya pihak-pihak yang mencoba mempersonalisasi persoalan ini.
Padahal, sesuai Pasal 65 Tata Tertib DPRD, pimpinan dewan merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif kolegial.
Artinya, keputusan sebesar pengesahan APBD-P tidak bisa dilakukan secara tunggal oleh ketua tanpa rapat bersama seluruh unsur pimpinan.
“Ini bukan soal saya pribadi. Ini tentang menjaga marwah lembaga DPRD agar tetap berjalan sesuai koridor hukum. Kalau dilanggar, justru bisa berimplikasi hukum bagi lembaga dan saya sendiri,” katanya.
Andi Tenri juga mengingatkan agar isu ini tidak dijadikan alat politik yang merugikan pelayanan publik. Ia menyatakan kesiapannya untuk segera menandatangani APBD-P “hari ini juga”, asalkan prosedurnya dijalankan sesuai aturan.
“Saya siap tanda tangan demi kepentingan guru, tenaga kesehatan, dan seluruh masyarakat Bone. Tapi mari lakukan dengan cara yang benar, lewat Rapat Pimpinan yang sah. Jangan korbankan pelayanan publik hanya demi ambisi politik,” tegasnya.
Ketua DPRD Bone ini juga meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya pada pemberitaan yang belum terverifikasi.
Dia menegaskan bahwa persoalan keterlambatan APBD-P bukan karena penolakan dirinya, tetapi karena adanya mekanisme kelembagaan yang harus dilalui.
“Keterlambatan ini bukan karena saya ogah tanda tangan, tapi karena harus sesuai prosedur yang sah. Kita ingin APBD-P ini benar-benar kuat secara hukum dan berpihak pada rakyat,” tutupnya.(*)