Oleh :
Advokat Mukhawas Rasyid, S.H., M.H.
Watampone, ( Selasa 30 Desember 2025 ).
SOMASINEWS.COM – Pemerintah Indonesia secara resmi telah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yang akan mulai berlaku efektif pada tahun 2026. Salah satu ketentuan yang menjadi sorotan publik adalah pengaturan mengenai delik perbuatan zina, sebagaimana diatur dalam **Pasal 411 KUHP Baru.
Dalam KUHP Baru, perbuatan zina mengalami perluasan makna dibandingkan dengan ketentuan lama dalam Pasal 284 KUHP.
Jika sebelumnya zina hanya dipidana apabila salah satu atau kedua pelaku telah terikat dalam perkawinan yang sah, kini setiap perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat perkawinan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Namun demikian, Pasal 411 KUHP Baru menegaskan bahwa perbuatan zina merupakan delik aduan absolut. Artinya, proses hukum hanya dapat dilakukan apabila terdapat pengaduan dari pihak-pihak tertentu, yakni suami atau istri yang sah, orang tua, atau anak dari pelaku. Tanpa adanya pengaduan tersebut, aparat penegak hukum tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan maupun penuntutan.
Ancaman pidana terhadap pelaku zina berdasarkan Pasal 411 KUHP Baru adalah pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda kategori 2 ( 10.000.000 ). Ketentuan ini menunjukkan bahwa negara berupaya menjaga keseimbangan antara perlindungan nilai moral dan keluarga dengan penghormatan terhadap hak privasi warga negara.
Pengaturan zina dalam KUHP Baru ini juga tidak dapat dilepaskan dari ketentuan lain, seperti Pasal 412 tentang kohabitasi (hidup bersama tanpa perkawinan), yang sama-sama berstatus delik aduan. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa KUHP Baru tidak memberikan kewenangan kepada negara untuk melakukan kriminalisasi secara sewenang-wenang, melainkan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pengaduan keluarga inti.
Pengaturan delik zina dalam KUHP Baru mencerminkan arah kebijakan hukum pidana nasional yang berupaya mengakomodasi nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Indonesia, sekaligus tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dalam penerapan hukum pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).(*)

























































