Kades Paksakan Lokasi Pos Polantas, Pemilik Lahan Temui Mendadak Bupati Maros

Suara Masyarakat Anti Diskriminasi 

SOMASINEWS.COM MAROS SULSEL, Nurbaya Lanti dan Nurbaeti Lanti, dua bersaudara pemilik lahan yang akan dibanguni pos polisi lalu lintas (polantas) di Dusun Kappang, Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, mendadak menemui Bupati Maros, Chaidir Syam, Selasa, 2 Agustus.

Betul-betul dadakan. Tanpa surat audiensi sama sekali. Nurbaya mengaku harus melakukan itu, “mencegat” bupati karena situasinya mendesak. Protes mereka ke pemerintah setempat tidak digubris.

Kepala desa Labuaja mulai memasukkan bahan material. Padahal, para ahli waris Lanti bin Pape sebagai pemilik lahan sudah menyatakan ketidaksetujuannya. Mereka juga sebelumnya sudah menyurat ke bupati.

“Bantu kami, Pak Bupati. Jangan sampai pencaplokan seperti ini jadi akan budaya di desa kami. Masyarakat bisa direbut tanahnya dengan alasan pembangunan,” keluhnya.

Ditemui warganya, Chaidir mengaku kaget sebab mengira persoalan tersebut sudah selesai. Sebab, sudah ada pertemuan di kantor camat.

Chaidir pun berjanji akan kembali menugaskan Camat Cenrana, Ismail Majid untuk menuntaskan polemik tersebut.

Sebelumnya, Camat Cenrana, Ismail Majid mengaku sudah memperingatkan Kades Labuaja membangun komunikasi dengan pemilik lahan. Namun tak kunjung dilakukan. Ia pun menyesali itu.

Kades Labuaja, Asdar Nasir mengakui sudah ada material bahan bangunan dimasukkan ke lokasi. Itu untuk membangun lapangan takraw pengganti lapangan takraw yang akan dibanguni pos polantas.

Asdar mengklaim pembangunan pos polantas di atas lahan yang dokumen PBB-P2-nya dimiliki ahli waris alm Lanti bin Pape itu, sudah melalui persetujuan sejumlah pihak.

“Kita sebelumnya sudah tanyakan ke Inspektorat, PMD, dan Camat,” ujarnya di pelataran Kantor Bupati Maros, Selasa, 2 Agustus 2022.

“Pak Dirlantas yang pertama kali datangi kami di kantor desa. Kami pilih lokasi itu karena strategis dan ada lapangan yang dibangun menggunakan dana desa,” tambah Asdar.

Nurbaya Lanti menuturkan benar bahwa lapangan takraw itu aset desa. Tetapi lapangannya saja. Selama dipergunakan untuk lapangan takraw, izin akan diberikan.

“Tetapi kalau sudah mau disalahgunakan, difungsikan lain atau dibangungi bangunan dua lantai, maaf saja. Kami tidak akan rida,” ujarnya.

Lagipula, tambahnya, lahan lapangan takraw itu ada di tengah-tengah. Jika di situ didirikan bangunan, otomatis akan mengganggu jika pihak keluarganya juga ingin memanfaatkan lahan.

Adik Nurbaya, Nurbaeti Lanti mengaku heran dengan kengototan kades menunjuk lahan milik keluarganya.

“Ada apa? Ada kok warga yang mau serahkan tanahnya. Lokasinya juga strategis karena sejajar dengan lokasi milik orang tua kami,” tutur Nurbaeti.

Ia juga mengaku heran karena sudah ada pertemuan di kantor camat sebelumnya yang merekomendasikan penuntasan status lahan terlebih dahulu. Segala aktivitas pembangunan jangan ada sampai semuanya klir.

“Nah, ini material bangunan sudah mulai dimasukkan? Ada apa? Apa gunanya kita pertemuan di kantor camat? Apa bisa seenaknya begitu saat ada warga yang dirugikan? Mengapa kesekapatan untuk menuntaskan status lahan dilanggar?” tambahnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan